Month: September 2008

Keseimbangan Optimisme

Posted on

Betapapun baiknya suatu pemikrian atau kegiatan di dunia akan cenderung memburuk pada saat hal itu melampaui batas. Misalnya makan dan minum adalah suatu hal wajar dan positif bagi kesehatan tubuh kita, namun ketika makan dan minum terlalu banyak…apa yang terjadi? buruk bukan?

Kali ini saya akan sedikit mengupas tentang optimisme, suatu sifat karakter yang dapat dikatakan positif bagi perjalanan hidup kita. Optimisme tidak muncul tiba-tiba, melainkan dibangun secara bertahap hingga mencapai puncaknya. Beberapa golongan manusia memiliki optimisme yang sangat tinggi, dan biasanya hal itu dikarenakan mereka telah mencapai bagian yang tinggi atau tertinggi dari suatu pencapaian hidup baik secara materi maupun immateri.

Secara material kita bisa mencapai posisi puncak pada organisasi yang dibentuk oleh manusia seperti negara, perusahaan, organisasi masyarakat, dll. Para pemimpin pada umumnya memiliki optimisme yang tinggi dan hal ini sebenarnya secara natural menjadi syarat karena para anggota organisasi dan masyarakat membutuhkan pemimpin yang optimis.  Sifat dan karakter optimis dari seorang pemimpin akan menular kepada segenap masyarakat yang dipimpinnya.

Meskipun demikian, upaya-upaya para pemimpin menampilkan optimisme seringkali terjebak dalam keadaan yang berlebihan, misalnya dengan menetapkan target yang melampaui batas kemampuannya. Pada saat demikian, optimisme pemimpin justru melahirkan pesimisme pada sebagian anggotanya yang sensitif dan kritis.

Bagaimanapun juga, optmisme harus berada dalam keseimbangan antara harapan pencapaian tujuan dan kenyataan kemampuan yang dimiliki, tidak memaksakan sesuatu yang jelas-jelas di luar kemampuan. hal ini bukan membatasi mimpi atau semangat optimisme, melainkan membumikan kenyataan hidup dalam gerak semangat optimis.

Akhir kata, janganlah terjebak dalam optimisme berlebihan, tetapi jangan pula tenggelam dalam pesimisme. Ketelitian dalam mencermati perjalanan hidup kita akan membimbing matahati kita dalam mewujudkan optimisme secara seimbang.

Puasa

Posted on

Ketika kita berpuasa, tentu ada sejumlah motivasi yang mengalir di hati dan kepala kita. Ada yang sungguh-sungguh demi menjalankan perintah agama dalam kepatuhannya. Ada yang merasa terpaksa karena menjadi kewajiban agama maupun karena demi kesehatan. Ada yang berpikir merenung dan mencoba menjelaskan betapa besarnya manfaat puasa bagi jiwa dan raga manusia. Ada yang berkontemplasi dengan hatinya dan masuk dalam keheningan ketiadaan nafsu tubuh manusiawi. Ada juga yang bingung dan merasa puasa hanyalah bagian dari rutinitas tertentu.

Betapapun dan apapun latar belakang agama, kepercayaan dan budaya kita…ketika berhadapan dengan puasa, hal itu menjadi sangat pribadi dan sulit untuk dibahas kepada publik. Pengalaman berpuasa hanya dirasakan oleh tubuh dan jiwa yang sedang berpuasa. Tubuh mungkin bisa merasakan betapa beratnya menanggung lapar dan dahaga. Jiwa mungkin bisa bertahan dalam gejolak nafsu manusiawi dan menahannya. Namun apakah puasa hanya berhenti pada tingkatan yang demikian?

Apakah dengan berpuasa otomatis hati kita akan menjadi lembut dan penuh rasa penyantun? Ataukah berpuasa itu hanya menunda atau menahan diri semata, sementara gejolak nafsu siap meledak setelah puasa selesai. Kesadaran untuk mencapai keadaan stabil dalam puasa bisa saja diartikan dengan menahan diri. Namun akan lebih penting lagi bila kesadaran itu tidak sekedar pasif menahan gejolak badaniah dan jiwa, melainkan lebih pada memperhatikan bagaimana respon-respon jiwa dan raga terhadap segala situasi dalam keadaan berpuasa.

Hanya dalam keadaan berpuasa kita akan mampu lebih teliti dalam melihat diri kita sendiri. Tentu saja puasa yang semacam itu sering digambarkan sebagai puasa khusus diatas khusus. Padahal hal itu seharusnya tidak dipersulit demikian, karena level atau tingkat kekhususnya membuat manusia cenderung menyerah sebelum mencobanya, hal ini bagaikan menanjak tangga ke langit ketujuh yang digambarkan dalam legenda sebagai suatu upaya melepaskan kemanusiaan dan mencapai dunia keDewaan/keTuhanan.

Puasa adalah puasa dalam definisi sederhana menahan tidak makan, tidak minum, tidak berhubungan seks, tidak memikirkan hal-hal yang sia-sia, tidak memanjangkan angan-angan, tidak melakukan perbuatan yang dapat membatalkan puasa (hal ini bervariasi dalam beragam aliran agama dan kepercayaan).

Kesederhanaan puasa seyogyanya tetap dipertahankan dalam definisi yang sederhana itu sehingga masyarakat luas dapat mencapai pencerahan masing-masing melalui pengalamannya berpuasa.

Puasa adalah pengalaman pribadi yang akan berdampak pribadi pula. Apabila tidak ada dampaknya sama sekali, maka sangat mungkin kita belum benar-benar melakukan puasa.

Selamat Berpuasa kepada umat Muslim di seluruh dunia